Dua hari indah saya bersama keluarga besar tersisa satu hari saja. Alhamdulillah, dari sekian perjalanan panjang menginginkan kebersamaan bersama keluarga, pada tanggal 29 pagi sejuknya udara Desa Batujaya, Karawang saaangat terasa. Dalam balutan kabut dan hangatnya mentari pagi, saya sempatkan untuk meminta ijin pada Ummi untuk sekedar berjalan-jalan di pematang sawah. Bertemankan embun yang dingin, rona kebahagiaan dan syukur pada Illahi begitu lekat menemani. Ya, sebab sangat jarang -bahkan, tidak bisa- saya temui pemandangan seperti ini di tanah kelahiran saya, Jakarta. Dalam 6 bulan sekali, barulah saya berkunjung ke Desa tempat Abi dan Ummi mengelola perkebunan dan persawahannya.
This is default featured slide 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
30/08/2012
1 Day Lefts
5:43 am
Ranah Cinta
Dua hari indah saya bersama keluarga besar tersisa satu hari saja. Alhamdulillah, dari sekian perjalanan panjang menginginkan kebersamaan bersama keluarga, pada tanggal 29 pagi sejuknya udara Desa Batujaya, Karawang saaangat terasa. Dalam balutan kabut dan hangatnya mentari pagi, saya sempatkan untuk meminta ijin pada Ummi untuk sekedar berjalan-jalan di pematang sawah. Bertemankan embun yang dingin, rona kebahagiaan dan syukur pada Illahi begitu lekat menemani. Ya, sebab sangat jarang -bahkan, tidak bisa- saya temui pemandangan seperti ini di tanah kelahiran saya, Jakarta. Dalam 6 bulan sekali, barulah saya berkunjung ke Desa tempat Abi dan Ummi mengelola perkebunan dan persawahannya.
27/08/2012
My Beloved Nephew and Niece
7:05 am
Ranah Cinta
Lav Reid, Perth
Pada pagi yang sejuk
dan menyejukkan…
“Ammah, ‘ncing, apa
kabar, baik? Kapan sih pulangnya, kue lebaran kita udah abis lho!”
Penggalan kalimat itu masih terngiang jelas di telinga.
Suatu pagi yang indah ketika nephew-nephew menghubungi saya dikala sibuk
berpacking-ria untuk kepulangan ke tanah air besok. Mereka “mengeroyok”
saya untuk bisa membuat saya iri akan keadaan dirumah, ya pastinya mereka
sedang berkumpul dibase camp tercintanya, dirumah Ummi. Ada rindu yang
melejit dihati saya, rindu akan senyum nakal mereka, rindu songsongan tangan
mereka setiap kali saya kembali ke rumah, rindu tangis mereka dikala saya perlu
mengunci pintu kamar untuk menghindari serangan dan gangguan mereka dari mengacak-ngacak
kamar saya. Ah, mereka, sang ajudan kecil harapan mamah, bunda, dan ummi
mereka. Semoga dewasa menjadi pribadi shalih yang meneguhkan dan menyalihkan.
Saya merindui sang tampan, lembut juga shalih; Muhammad Abdul Lathif –cucu laki-laki
pertama ummi- yang tak pernah melakukan sesuatu tanpa ridha mamah dan ayahnya.
Penurut, pecinta pada adik-adiknya. Diawal saya tak pernah kira bahwa ada
seorang “ikhwan kecil” yang begiitu perhatian kepada semua sanak familinya, tak
pernah mendahulukan kepentingan pribadinya sebelum saudaranya diutamakan. Anak yang
selalu membantu mamahnya didapur dan mengurus adik-adik perempuannya dikala luang
dan libur dari pesantren. Juga dengan adik-adiknya, tak pernah saya dapati
mereka bertengkar, bahkan saling memahami dan meng”ia”kan. Padahal usia sebaya
mereka adalah masanya mengedepankan ego pribadi. Dik, ‘ncing banyak
belajar dari kalian.
Tentang “ikhwan kecil” lainnya?
23/08/2012
Eid Fitr Mubarak
12:43 am
Ranah Experience, Ranah Life Story
Perth, August 19th 2012
Allahu-akbar, Allahu-Akbar, Allahu-Akbar…
La ilaaha illallah wa Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillah
alham(d)...
Gema takbir hari raya disini memang tidak tidak semembahana seperti
di Indonesia, namun meresapinya dalam kesendirian menjadi begitu menyejukkan.
Setelah membereskan dan menata apartemen yang saya tinggali, jelang jam 3 pagi
saya bergegas kembali ke sebuah Masjid terdekat yang ada di daerah sekitar saya
tinggal. Masjid yang kecil, tapi sangat nyaman dan nazhif untuk
berlama-lama didalamnya. Jaraknya sekitar 3Km dari rumah saya tinggal. Pagi itu
juga, saya memaksakan diri mengendarai mobil ke Masjid tersebut. Sebab sangat
tidak nyaman berjalan seorang diri di pagi buta, apalagi seorang perempuan.
Sebuah kesulitan tersendiri bagi saya karena harus mengendarai mobil yang
memiliki stir di sebelah kiri, hal ini memang sangat berbeda dengan
mobil-mobil yang ada di Indonesia. Tapi apa boleh buat, kekhawatiran saya
menggapai Shalat Eid berjama’ah akan terlambat semakin kuat, disamping itu saya
tak mungkin membangunkan tetangga pada jam-jam tersebut hanya untuk meminta diantarkan
ke Masjid. Berbekal yakin pada Allah dan sedikit kepercayaan diri dari bekal
mengemudi di rumah, akhirnya dengan Basmallah sampai juga saya di Masjid yang
memiliki Imam Masjid seorang Imigran Indonesia. Jam 4.00am, saya sudah
terhanyut dalam nikmatnya bertakbir dan bertahmid. Dalam mata terpejam, tiada
beban, tiada kegamangan. Allah ya Rabbiy…
Shalat Eid Fitr berjalan dengan sangat tentram dan tartib
disini, meskipun bukan Negara mayoritas penganut agama Islam, kerukunan dan
toleransi yang tinggi sangat nampak di Australia. Lama punya lama, akhirnya
saya jatuh cinta pada Australia.
Pukul 8.00am
Dalam perjalanan pulang ke rumah saya dapati jalan-jalan
ramai dengan hiasan kerlipan bintang dan bulan. Entah apa maksudnya, mungkin
saja dimaksudkan untuk meramaikan Eid Fitr Mubarak dengan gaya berbeda seperti
di Indonesia, mereplasikan hiasan ketupat yang bergantungan di angkasa raya
alam Indonesia. Teringat malam tadi dalam perjalanan kerumah dari Masjid Raya,
dua orang polisi –sorang Kristiani, dalam jam luangnya- menabuh genderang
beriramakan takbir lebaran, meskipun tanpa lirik takbir dan tahmid, gerak ghirah
mereka dengan sunggingan senyum kebahagiaan diwajah menjadikan saya ikut larut
dalam kebahagiaan dan tanpa sadar ikut bergabung dan menyambangi mereka. Ah
Rabbi, seperti inikah bila alam berharmoni dalam perbedaan yang terbaca, bila
manusia tak lagi mementingkan ego duniawi dan kebersamaan menjadi sebuah
keselarasan. Allahu Akbar..
Pukul 10.00am
Bersendirian...
12:36 am
Ranah Experience, Ranah Life Story
Perth, August 18th 2012
Pukul 9 pagi ini saya akan melepas kepergian 8 utusan
Indonesia yang 2 hari terakhir telah menjadi kawan dekat bahkan menjadi
keluarga yang menghangatkan sepi dan rindu pada keluarga sebenarnya di tanah
air. Kawan-kawan yang berasal dari Jakarta, Jogjakarta, Bandung, Lampung,
Medan, Aceh, Madura dan Palembang telah bergegas untuk kembali ke kampung
halaman untuk merajut raya Eid Fitr Mubarak bersama keluarga. Pemerintah
memberikan waktu kepada kami untuk bisa beraya bersama keluarga di tanah air.
Namun, kesempatan itu tidak bisa saya ambil oleh sebab beberapa hal yang
menjadi pertimbangan saya. Akan butuh waktu untuk saya menata hati jika menatap
ibunda untuk sedikit waktu kemudian meninggalkannya H+1 setelah hari suci itu.
Saya hanya berusaha menguatkan azam untuk hidup dan berfikir mandiri dan
–sebenarnya- berusaha bersikap dewasa. Hanya saja kadang keinginan untuk
kembali dan bertemu ibunda sungguh menggebu. Keputusan saya ternyata didukung
oleh seorang kawan yang juga seorang leader saya disini. Beliau menyatakan
untuk menemani saya di Australia meskipun pada kota yang berbeda. Saya di
Perth, dan beliau di Sydney. Dia berkutat dengan penelitian skripsinya tentang
aplikasi bahasa terhadap efeksi gender di Australia, sedang saya hanya ingin spending
time di Perth.
My Exciting Journey in Sydney
12:33 am
Ranah Experience, Ranah Life Story
Pagi setelah melakukan upacara kemerdekaan di Gedung
Kedutaan Besar Indonesia untuk Australia, Sydney, seorang leader sekaligus Duta
Pendidikan dan Budaya Indonesia menyertakan saya untuk berjalan-jalan di kota
mewah ini. Mewah? Yup, karena kota ini begiiiitu mahal. Hehe..
Sila simak kisah saya ni…!
Jarak dari Perth -tempat saya tinggal selama di
Australia- ke Sydney sekitar 3 sampai 4 jam lewat perjalanan darat. Itu pun
kalau di tempuh dengan menggunakan bis sebagai akomodasi utama di kota ini.
Kalau mau ditempuh lewat berjalan kaki pun, tak apa. Cuma pastinya saya tak mau
coba. ^_~
Perth, sewaktu menginjakkan kaki di kota ini, semua
panoramanya begitu memesona, memaku emosi jiwa, dan menegunkan benak khayalan.
Kabarnya, Perth memang salah satu kota yang sangat ramah alamnya, sebab bila
dibandingkan dengan Sydney atau Melbourne, di Perth tentu lebih banyak kita
temui hamparan pemandangan alam membahana. Biaya hidup di kota ini pun tidak
semahal di Sydney atau Melbourne yang mana earn pegawai hampir setara
dengan pengeluaran untuk kebutuhan hidup sehari-hari, meski memang tidak bisa
dikatakan murah bila dibandingkan dengan biaya hidup di Indonesia. Maklumlah,
Australia adalah Negara teraman dan ternyaman dalam urutan ke-2 di dunia.
Indonesia? Ratusan…:)
Alhamdulillah, Allah tempatkan kami, kandidat
Indonesia untuk tinggal di kota Perth, berbeda dengan Negara-negara Asia
tenggara lainnya seperti Malaysia yang ditempatkan di Melbourne, Singapore di
Sydney, dan lainnya…entahlah, saya masih sulit menghafal nama-nama kota di
negeri ini.
Untuk upacara kemerdekaan Indonesia kami semua para
duta Indonesia berkumpul di Sydney. Satu jam untuk melangsungkan upacara, dan
satu jam lagi untuk menonton bersama acara upacara kemerdekaan yang di adakan
di Indonesia. Haru sekali saat itu… Hmm, di Australia, untuk elemen perangkat
upacara kemerdekaan ternyata melibatkan para pelajar dan mahasiswa Indonesia
yang mengais ilmu di negeri ini. Subhanallah…
Syukur Tiada Hingga
12:26 am
Ranah Experience, Ranah Life Story
Subhanallah, Walhamdulillah, La ilaa-haillallah, wa
Allahu Akbar!!!
Subhanallahil Adzhim, 9 jam yang lalu tiba di Perth
International Airport setelah menempuh 4 jam waktu penerbangan dan ditambah
dengan sekian jam perjalanan untuk sampai pada hotel yang indah ini. Ya, Oslo Paradise.
None words, just Alhamdulillah wa Subhanallah..
menetes air mata ini karena nikmat Allah yang tiada terhingga. Kesempatan yang
tidak biasa dan sangat luar biasa. Inilah perjalanan pertama saya menjadi salah
satu kandidat Duta Pendidikan dan Budaya Indonesia yang dikirim ke Australia
beserta 9 orang sahabat mahasiswa lainnya. Awalnya saya tidak akan pernah
menduga apalagi berharap lebih ketika menyodorkan sebuah karya tulis tentang
profil pendidikan di Indonesia pada sebuah instansi dimana saya terikat kontrak
kerjasama dalam hal pendidikan, hanya apply kemudian beberapa hari
selanjutnya salah seorang ketua pelaksana menelpon dan meminta saya untuk
melakukan tes wawancara. Kesempatan yang saangat tidak saya duga. Semua itu
terjadi ketika masa KKN berlangsung.
Rupanya Allah limpahi masa-masa KKN saya sebagai masa
penuh tarbiyah di segala sisi. Mulai dari bagaimana bermuamalah dengan
masyarakat, memperbaiki akhlaq pribadi, meneladani akhlaq seorang “Abdullah”
yang shalih, menyayangi sahabat sesuai dengan kadar kecintaannya, dan baaanyak
lagi hal lainnya. Actually, it’s very AMAZING… Nah, buat saya masa 10
hari di Australia ini adalah masa KKN indah kedua setelah Karanganyar, West
Bandung was the End.
Nak buat apa disana?
Perth International Airport
12:17 am
Ranah Experience, Ranah Life Story
Alhamdulillahil
Adzhim, tiada kata lain terucap selain rasa syukur penuh haru karena Allah
telah ijinkan saya sampai di negeri Kanguru ini. Alhamdulillah, setelah
menempuh jarak penerbangan Jakarta-Perth selama 4 jam,
tibalah kami di negeri yang kabarnya orang Muslim dan Non-Muslimnya
hidup damai berdampingan. Entahlah, yang jelas saat ini hanya ada rasa gembira
dan luar biasa ketika mimpi-mimpi itu satu persatu terwujud. None words,
just feel very thanks Allah. Teringat perkataan seorang bijak, Syaikh Adian
Husaini, “Ingatlah Allah dikala senang, maka Allah akan mengingatmu dikala
susah”. Jadi, detik ini tak perlulah bingung-bingung mau berbuat apa, hanya
dzikrullah yang cocok di segala masa. Hmm... ^_~
Kedatangan kami
disambut oleh Duta Besar Australia untuk Indonesia. Suatu hal yang tidak pernah
saya bayangkan sebelumnya. Biasanya acara-acara seperti ini hanya saya lihat di
sebuah stasiun televise yang menayangkan parade perlombaan international
bergensgi atau kunjungan kenegaraan. Ya Allah…malu sungguh saya ini. Dengan tampang masih kusut
dan mata sembab setelah menangis diawal perjalanan, saya dan kawan-kawan
berjalan menghampiri dan dihampiri crew penyambut. Memang tidak ada
karpet merah dan terompet pengiring, tapi kalungan bunga Anggrek Hijau telah
menghiasi leher saya dan kawan-kawan, dan bagi saya hal itu sudah sangat
luaaaar biasa. Maklum lah, setiap kali pulang kerumah tak ada hal macam
itu, yang ada adalah peluk-cium Ibunda dan saudara/i tercinta. So, kalung bunga
ini adalah substitusinya. Hehe…
*Eits, Ala
fikrah, kok mereka tahu ya kalau saya haaasrat sangat Anggrek Hijau? Ah,
everything was fate lah. Kekeke…
Perth pagi hari
begitu sejuk dan mendamaikan jiwa, keramaiannya memang tidak seperti
semrawutnya Jakarta. Bandara yang tidak pernah sepi dari jadwal penerbangan dan
interaksi multi-lateralnya, seperti halnya Garuda Indonesia yang telah
menghantarkanku pada Negara ini.
Soekarno-Hatta International Airport
12:10 am
Ranah Experience, Ranah Life Story
August, 16th 2012
Pada pagi yang damai lewat
sentuhan dingin yang menyapu kulit. Tak
ada sepatah kata pun yang terucap ketika kami duduk didalam mobil yang
mengantarkan hingga Bandara Soekarno Hata. Bukan karena kantuk yang menyerang
atau bahkan karena waktu yang begitu mendilatasi partisi jiwa, tapi karena
begitu sulit kami merangkai kata perpisahan. Aku dan Ibunda, hanya terdiam
menafakuri apa yang tersemat dihati dan tak tersibak lewat ungkapan.
Sesekali ku tengok wajahnya yang
meunjukan gurat-gurat kelelahan, semakin lama
memandangnya, semakin deras air mata beriringan. Ah, betapa Allah karuniakan
rindu dan cinta selaksa alam kepadanya, kepada seorang mujahidah pendamba Surga
lewat cinta kasih tulus pada anak-anaknya. Ku biarkan dingin masih terus
menyelimuti rindu, hingga barisan katapun tak bisa kurajut. Kini rindu itu
berbalas temu satu hari, dimana aku dan nya menzahirkan kasih yang terlewat
sekian lama, dan harus ku tinggalkan ia bahkan pada kesempatan menyongsong
takbir raya kemenangan.
Hingga 30 menit berlalu menapaki
sepi, kemegahan Soekarno-Hatta telah hadir didepan pandangan. Tak kuasa lagi
kutanggung bayangan getirnya perpisahan, hingga kali ini aku luluh dalam
pelukannya. Ah, mungkin terlalu berlebihan, sebab aku pergi tak akan lama,
hanya 10 hari. Tapi besarnya cintaku menjadi hijab keberangkatanku pada sebuah
moment penting dalam hidupku. Oh Rabb, betapa pilu.
Pukul 2.45 kami menghiasi Soe-Ta
dengan air mata, berharap bahwa perpisahan sementara ini tak akan lagi terjadi.
Sekali lagi kutapaki sunyi tanpa melihat sungging senyumnya dikala lelah dalam
belajar, sekali lagi ku jalani rindu dalam kesesuaian masa, entah pada saat
mana kita akan bersama.
Subscribe to:
Posts (Atom)