::> Mengkritik tidak berarti membenci, menyokong tidak semestinya sefikrah, berbeda pendapat adalah sebaik-baik teman berfikir <::

14/12/2011

Tentang Cinta pada yang Sirri

Pada seseorang, yang padanya ku titipkan jawaban dari setitik rasa. Bila damai terus berjatuhan menghempaskan beningnya embun pagi dalam lubuk hati, biar engkau terus bersamainya agar harapan dan angan kosong tak memekakkan kesadaran dan kebeningan jiwa. Betapa banyak jiwa yang lalai akan keadaan dan terhempas bahkan terjerembab dalam kenistaan dari kesudahannya pada keimanan.




Betapa banyak hati-hati yang dengannya waktu bergulir, ianya tak mampu menahan beban dari beratnya pasir dan debu yang saling bertindih sedikit demi sedikit lewat serpihan-serpihan kenistaan yang ditumpuk. Semakin kelam berjalan, semakin pekat dan gelap hatinya melihat kebenaran.


Pada seseorang, yang padanya kuingin katakan sesuatu yang menakjubkan. Agar kau dan aku bersama dalam ketakjuban mencintai-Nya. Pastilah indah jika kita membersamai waktu dalam menakjubi sebuah ketakjuban yang tiada penghujungnya. 


Pernah ada pada satu masa dimana antara hatimu dan hatiku bergelut menjadi sebuah runtutan pereadaran dan saling mengejar satu sama lain dalam kebenaran. Waktu itu kita buta akan sebenarnya makna kehakikian. Pada itu kita benar-benar terlena akan sebenarnya jalan cahaya karena hanya membiarkan sehala tercelah dari ikatannya.


Kini ku tawarkan satu hal yang padanya harus kita gadaikan kesenangan dan ketakjuban belaka pada dunia. Maukah kau membersamaiku untuk membersamai-Nya sekian waktu sampai pada mana masa-masa kita terhenti?

dan...



Pada seseorang yang hatinya tak ku tahu bagaimana rasa engkau hingga detik ini. Di penghujung masa nanti, ada waktu dimana cahaya tak lagi dibiarkan masuk lewat celah sinarnya. Ada yang berbelok membiaskan sedikit kehangatannya pada kita. Ada yang dengan kesenangan hatinya memberikan uluran cinta. Bahkan ada banyak dari mereka yang justru menutup dirinya untuk kita. Jalan-jalan dibiarkan dingin dan beku bersalju lewat keangkuhannya. Namun ada juga yang bersedia mengeruknya dan memberikan kesempatan pada sang diri lewat kelembutannya.


Dan kita, adakah kita tahu akan berada pada golongan mana? Banyak cahaya disini, namun hanya sedikit yang mengeruk dan menabur hidayah pada sang diri. Pun kita, tak banyak kemungkinan meramal diri ada pada kenyamanan dan kelapangan jiwa dimasa mendatang. Sebab kelapangan saat itu, adalah kemurnian jiwa masa kini.


Pada seseorang, yang padanya kuingin engkau tahu akan rasa dijiwaku. Aku mengenalmu, masihlah belum semengenalnya aku pada diriku. Namun aku memintamu dengan sefahamnya aku memahami diriku sebagai insan biasa. Permintaanku sederhana, hanya bait-baik bujukan untuk meraih sesuatu yang lebih dari sederhana, tentang surga.


Jika cinta itu tingginya seperti pohon yang menjulang hingga rantingnya menggapai langit, maka asaku padamu adalah dahan tertinggi yang tak patah oleh hembusan angin dan tak terbakar lewat dekatnya mentari padanya.

Didedikasikan untuk 'seorang' pendamping hidup
yang hingga saat ini masih tersisip rahasia siapa jiwanya di Lauhil Mahfudz...