::> Mengkritik tidak berarti membenci, menyokong tidak semestinya sefikrah, berbeda pendapat adalah sebaik-baik teman berfikir <::

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

16/03/2012

Abi, Ummi, Tarbiyah Kami dengan Cinta

Bismillahirrahmanirrahim...

"Memang begitu jalannya, ada resah dan gelisah ketika hati terpaut pada yang bukan ahlinya."

Jika diresapi, kalimat ini akan sampai ke relung hati bahwa mengagumi dan mencintai sesuatu dengan berlebih akan menghasilkan kekecewaan di kemudian hari. Apalagi bila orientasnya bukan karena Allah, siapa nak sangka bahwa kebaikan akan datang di masa selanjutnya. Lebih-lebih, bila apa yang diperturutkan adalah nafsu yang menjelma semakin menjadi. Pada Ummi, Abi, Akhi wa Ukhti , bahkan pada sahabat yang senantiasa disisi, tentu tak layak bila cinta terpompa penuh dalam hati. Batasannya tentu adalah kewajaran dalam bersikap dan jernih dalam bertindak. Namun tentu sering kita lena, batas manakah itu? Tentu batasannya adalah cinta kita pada mereka karena landasan cinta pada sang empunya cinta, Allah Rabbul Izzati.

Tahulah, bila segala sesuatu yang berlebihan pun tak baik dalam syari'at. Bahkan pada hal yang dipandang baik sekalipun. Cinta pada ummi dan abi adalah sesuatu yang mesti ada dari sang walad, cinta pada ikhwah pun sama. Pun Cinta sang orangtua pada anak-anaknya, terlihat pasti tapi belumlah tentu. Lagi-lagi kita sering alfa bahwa mereka pun hanyalah manusia berbatas. Bila tak kenal betul dalam memilih cinta dan memberikan kadarnya, menjadi miss-orientation dalam hidup di dunia adalah keniscayaan. Jadi, hendak bagaimana mengatur kadarnya?

13/03/2012

Lingkaran Cahaya *haLaqah*

Bismillah...

"Tiit..tiit..tit..tit"
Sore itu ringtone SMS Hp saya memecah keheningan, dengan segera saya melepaskan buku yang sedang dibaca untuk segera membuka pesan dalam sms. Rupanya salah seorang adik tingkat saya (pada sebuah kelompok mentoring) mengirimkan sebuah pesan bernada pertanyaan apakah saya telah memeriksa email yang berisikan foto-foto yang dikirmkannya pada saya satu hari sebelumnya. Hmm...saya bergegas untuk membuka e-mail dan mengeceknya. 
And OK, I got it. ^_*

Ketika itu saya tersenyum sendiri bila mengingat bagaimana pertemuan saya dengan adik-adik saya pada sebuah mentoring kampus. Dari sanalah kisah ukhuwah kami bermula dan terjalin dengan indah hingga saat ini.

Pada satu masa, saya diamanahi untuk memenej mentoring pada sekumpulan mahasiswa Pendidikan Agama Islam UPI. Fikir saya, ini akan menjadi amanah yang sangat berat. Tentu masalahnya bukan pada materi yang harus saya berikan pada  mereka dalam kelompok mentoring tersebut. Sebab, siapapun orangnya -siapapun murabbinya- pastilah mampu kalau hanya memberikan materi. Masalahnya, bagaimana bila ilmu tersebut hanya cukup tersampaikan tanpa memberikan efek positif? Wah, dengan mengharap bimbingan Allah, saya mantapkan keyakinan dan membulatkan tekad untuk memperbaiki kondisi ruhiyah yang kadang waktu bisa saja gonjang-ganjing. Bismillah, saya terima amanah tersebut. 

(salah satu pertemuan mentoring)

Sebenarnya ini bukanlah pengalaman kali pertama saya untuk mengelola mentoring akhwat di kampus. Sebelumnya memang pernah diamanahi, tapi karena satu dan lain hal, kesempatan itu tak terlaksana dengan baik. Sebenarnya sih ada faktor ketidak siapan yang mendominasi. Hehe.. maklumlah, waktu itu saya mengira belumlah cukup ilmu saya untuk di-share mengingat lama hidup saya yang baru menginjak semester ke-3 di kampus ini. Namun untuk kesempatan kedua ini, sejujurnya saya hanya bermodalkan niat ihsan dan ikhlas serta keyakinan bahwa saya ingin melakukan yang terbaik untuk berdakwah lillah melalui kelompok mentoring kali ini. 

Kesempatan ini saya gunakan untuk sebaik-baiknya membaca buku-buku suplemen mentoring. Setidaknya penguatan mental untuk menjadi calon murrabi iu sangat perlu. Alhamdulillah, di Indonesia ini banyak bertaburan buku-buku suplemen mentoring, macam suplemen kesehatan, penguatan ruhiyah itu lebih prioritas pastinya. Akhirnya, buku-buku semisal Tegar di Jalan Dakwah dan Menyongsong Mihwar Daulah karya Ustadz Cahyadi Takariawan, Jalan Cinta Para Pejuang dan Dalam Dekapan Ukhuwahnya Ustadz Salim A.Fillah, Menghidupkan Suasana Tarbawi di Mihwar Muasasinya Ustadz Hadi Munawar menjadi lebih sering menemani saya sebulan menjelang mentoring berlangsung. Tapi yang paling sering menjadi buku saku adalah sebuah buku berjudul "Menjadi Murabbi itu Mudah". Hehe.. macam menguatkan keyakinan gitu bahwa I can do the best for dakwah ilallah. Pokoknya i'tikad saya kali ini, saya tidak hanya ingin menyampaikan ilmu, tapi juga sampai pada pembinaan ukhuwah dengan berlandaskan kecintaan pada Allah. Semoga Allah memudahkan.


~Taking pictures saat mentoring wada ^_~
(from L-R, Up: Yunita, Erni, Aini, Nurrahmi, Humaira Kartika, NurLatifah
Bottom: Rosita, Widya, Maurita, Fitri, Hana)


Next story, jadilah kami berkumpul dalam satu lingkaran, -kalau murrabbiyah saya sih suka menyebutnya sebagai lingkaran cahaya, hehe ^_~

Sekian pekan kami jumpa, rupanya Allah kabulkan doa saya, mungkin lebih tepatnya kami. Lebih dari apa yang saya inginkan, Allah memberikan cinta yang tumbuh dari kian waktu pertemuan yang kami buat. Rupanya, pertemuan kami tak terhenti sampai disana. Mereka (mutarabbi saya) memutuskan untuk melanjutkan proses mentoringnya pada jenjang yang lebih khusus dengan waktu yang kami sepakati. Ya Allah, bukan main riang hati ini ketika mengetahui kabar tersebut. Itu artinya mereka akan lebih dalam mempelajari ilmu Islam lewat liqa/halaqah dan akan ikut bersama meramaikan dan mengisi ruang suasana tarbawi ini. Bak gayung bersambut, saya segera menyepakati hal tersebut, mengatur waktu sesuai dengan irisan waktu luang kami untuk bersama-sama duduk dalam lingkaran cinta dimana didalamnya kita mengais ilmu Allah bersama, saling belajar dan mencontoh lewat pribadi-pribadi teladan, saling menyantuni lewat perbedaan pendapat, dan banyak lainnya lewat lingkaran cahaya. 

Semoga Allah menautkan hati-hati kami pada kecintaan pada-Nya serta menjaga keistiqomahan kami hingga akhir hayat menjemput maut. Terimakasih Allah yang telah mengijinkanku mengenal dunia tarbawi ini. Juga terimakasih adik-adikku -ikhwati fillah-, bersamamu kuharap gapai ridhanya.

Semoga Allah ridha atas apa yang kita perbuat... Senantiasa mendoakan dalam kebaikan dan kesabaran. ^_~