::> Mengkritik tidak berarti membenci, menyokong tidak semestinya sefikrah, berbeda pendapat adalah sebaik-baik teman berfikir <::

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

30/08/2012

1 Day Lefts


Dua hari indah saya bersama keluarga besar tersisa satu hari saja. Alhamdulillah, dari sekian perjalanan panjang menginginkan kebersamaan bersama keluarga, pada tanggal 29 pagi sejuknya udara Desa Batujaya, Karawang saaangat terasa. Dalam balutan kabut dan hangatnya mentari pagi, saya sempatkan untuk meminta ijin pada Ummi untuk sekedar berjalan-jalan di pematang sawah. Bertemankan embun yang dingin, rona kebahagiaan dan syukur pada Illahi begitu lekat menemani. Ya, sebab sangat jarang -bahkan, tidak bisa- saya temui pemandangan seperti ini di tanah kelahiran saya, Jakarta. Dalam 6 bulan sekali, barulah saya berkunjung ke Desa tempat Abi dan Ummi mengelola perkebunan dan persawahannya.

27/08/2012

My Beloved Nephew and Niece


Lav Reid, Perth

Pada pagi yang sejuk dan menyejukkan…

“Ammah, ‘ncing, apa kabar, baik? Kapan sih pulangnya, kue lebaran kita udah abis lho!”

Penggalan kalimat itu masih terngiang jelas di telinga. Suatu pagi yang indah ketika nephew-nephew menghubungi saya dikala sibuk berpacking-ria untuk kepulangan ke tanah air besok. Mereka “mengeroyok” saya untuk bisa membuat saya iri akan keadaan dirumah, ya pastinya mereka sedang berkumpul dibase camp tercintanya, dirumah Ummi. Ada rindu yang melejit dihati saya, rindu akan senyum nakal mereka, rindu songsongan tangan mereka setiap kali saya kembali ke rumah, rindu tangis mereka dikala saya perlu mengunci pintu kamar untuk menghindari serangan dan gangguan mereka dari mengacak-ngacak kamar saya. Ah, mereka, sang ajudan kecil harapan mamah, bunda, dan ummi mereka. Semoga dewasa menjadi pribadi shalih yang meneguhkan dan menyalihkan.

Saya merindui sang tampan, lembut  juga shalih; Muhammad Abdul Lathif –cucu laki-laki pertama ummi- yang tak pernah melakukan sesuatu tanpa ridha mamah dan ayahnya. Penurut, pecinta pada adik-adiknya. Diawal saya tak pernah kira bahwa ada seorang “ikhwan kecil” yang begiitu perhatian kepada semua sanak familinya, tak pernah mendahulukan kepentingan pribadinya sebelum saudaranya diutamakan. Anak yang selalu membantu mamahnya didapur dan mengurus adik-adik perempuannya dikala luang dan libur dari pesantren. Juga dengan adik-adiknya, tak pernah saya dapati mereka bertengkar, bahkan saling memahami dan meng”ia”kan. Padahal usia sebaya mereka adalah masanya mengedepankan ego pribadi. Dik, ‘ncing banyak belajar dari kalian.

Tentang “ikhwan kecil” lainnya?

23/08/2012

Eid Fitr Mubarak


Perth, August 19th 2012

Allahu-akbar, Allahu-Akbar, Allahu-Akbar…
La ilaaha illallah wa Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillah alham(d)...

Gema takbir hari raya disini memang tidak tidak semembahana seperti di Indonesia, namun meresapinya dalam kesendirian menjadi begitu menyejukkan. Setelah membereskan dan menata apartemen yang saya tinggali, jelang jam 3 pagi saya bergegas kembali ke sebuah Masjid terdekat yang ada di daerah sekitar saya tinggal. Masjid yang kecil, tapi sangat nyaman dan nazhif untuk berlama-lama didalamnya. Jaraknya sekitar 3Km dari rumah saya tinggal. Pagi itu juga, saya memaksakan diri mengendarai mobil ke Masjid tersebut. Sebab sangat tidak nyaman berjalan seorang diri di pagi buta, apalagi seorang perempuan. Sebuah kesulitan tersendiri bagi saya karena harus mengendarai mobil yang memiliki stir di sebelah kiri, hal ini memang sangat berbeda dengan mobil-mobil yang ada di Indonesia. Tapi apa boleh buat, kekhawatiran saya menggapai Shalat Eid berjama’ah akan terlambat semakin kuat, disamping itu saya tak mungkin membangunkan tetangga pada jam-jam tersebut hanya untuk meminta diantarkan ke Masjid. Berbekal yakin pada Allah dan sedikit kepercayaan diri dari bekal mengemudi di rumah, akhirnya dengan Basmallah sampai juga saya di Masjid yang memiliki Imam Masjid seorang Imigran Indonesia. Jam 4.00am, saya sudah terhanyut dalam nikmatnya bertakbir dan bertahmid. Dalam mata terpejam, tiada beban, tiada kegamangan. Allah ya Rabbiy

Shalat Eid Fitr berjalan dengan sangat tentram dan tartib disini, meskipun bukan Negara mayoritas penganut agama Islam, kerukunan dan toleransi yang tinggi sangat nampak di Australia. Lama punya lama, akhirnya saya jatuh cinta pada Australia.

Pukul  8.00am

Dalam perjalanan pulang ke rumah saya dapati jalan-jalan ramai dengan hiasan kerlipan bintang dan bulan. Entah apa maksudnya, mungkin saja dimaksudkan untuk meramaikan Eid Fitr Mubarak dengan gaya berbeda seperti di Indonesia, mereplasikan hiasan ketupat yang bergantungan di angkasa raya alam Indonesia. Teringat malam tadi dalam perjalanan kerumah dari Masjid Raya, dua orang polisi –sorang Kristiani, dalam jam luangnya- menabuh genderang beriramakan takbir lebaran, meskipun tanpa lirik takbir dan tahmid, gerak ghirah mereka dengan sunggingan senyum kebahagiaan diwajah menjadikan saya ikut larut dalam kebahagiaan dan tanpa sadar ikut bergabung dan menyambangi mereka. Ah Rabbi, seperti inikah bila alam berharmoni dalam perbedaan yang terbaca, bila manusia tak lagi mementingkan ego duniawi dan kebersamaan menjadi sebuah keselarasan. Allahu Akbar..

Pukul 10.00am

Bersendirian...


Perth, August 18th 2012

Pukul 9 pagi ini saya akan melepas kepergian 8 utusan Indonesia yang 2 hari terakhir telah menjadi kawan dekat bahkan menjadi keluarga yang menghangatkan sepi dan rindu pada keluarga sebenarnya di tanah air. Kawan-kawan yang berasal dari Jakarta, Jogjakarta, Bandung, Lampung, Medan, Aceh, Madura dan Palembang telah bergegas untuk kembali ke kampung halaman untuk merajut raya Eid Fitr Mubarak bersama keluarga. Pemerintah memberikan waktu kepada kami untuk bisa beraya bersama keluarga di tanah air. Namun, kesempatan itu tidak bisa saya ambil oleh sebab beberapa hal yang menjadi pertimbangan saya. Akan butuh waktu untuk saya menata hati jika menatap ibunda untuk sedikit waktu kemudian meninggalkannya H+1 setelah hari suci itu. Saya hanya berusaha menguatkan azam untuk hidup dan berfikir mandiri dan –sebenarnya- berusaha bersikap dewasa. Hanya saja kadang keinginan untuk kembali dan bertemu ibunda sungguh menggebu. Keputusan saya ternyata didukung oleh seorang kawan yang juga seorang leader saya disini. Beliau menyatakan untuk menemani saya di Australia meskipun pada kota yang berbeda. Saya di Perth, dan beliau di Sydney. Dia berkutat dengan penelitian skripsinya tentang aplikasi bahasa terhadap efeksi gender di Australia, sedang saya hanya ingin spending time di Perth.

My Exciting Journey in Sydney


Pagi setelah melakukan upacara kemerdekaan di Gedung Kedutaan Besar Indonesia untuk Australia, Sydney, seorang leader sekaligus Duta Pendidikan dan Budaya Indonesia menyertakan saya untuk berjalan-jalan di kota mewah ini. Mewah? Yup, karena kota ini begiiiitu mahal. Hehe..

Sila simak kisah saya ni…!

Jarak dari Perth -tempat saya tinggal selama di Australia- ke Sydney sekitar 3 sampai 4 jam lewat perjalanan darat. Itu pun kalau di tempuh dengan menggunakan bis sebagai akomodasi utama di kota ini. Kalau mau ditempuh lewat berjalan kaki pun, tak apa. Cuma pastinya saya tak mau coba. ^_~

Perth, sewaktu menginjakkan kaki di kota ini, semua panoramanya begitu memesona, memaku emosi jiwa, dan menegunkan benak khayalan. Kabarnya, Perth memang salah satu kota yang sangat ramah alamnya, sebab bila dibandingkan dengan Sydney atau Melbourne, di Perth tentu lebih banyak kita temui hamparan pemandangan alam membahana. Biaya hidup di kota ini pun tidak semahal di Sydney atau Melbourne yang mana earn pegawai hampir setara dengan pengeluaran untuk kebutuhan hidup sehari-hari, meski memang tidak bisa dikatakan murah bila dibandingkan dengan biaya hidup di Indonesia. Maklumlah, Australia adalah Negara teraman dan ternyaman dalam urutan ke-2 di dunia. Indonesia? Ratusan…:)

Alhamdulillah, Allah tempatkan kami, kandidat Indonesia untuk tinggal di kota Perth, berbeda dengan Negara-negara Asia tenggara lainnya seperti Malaysia yang ditempatkan di Melbourne, Singapore di Sydney, dan lainnya…entahlah, saya masih sulit menghafal nama-nama kota di negeri ini. 

Untuk upacara kemerdekaan Indonesia kami semua para duta Indonesia berkumpul di Sydney. Satu jam untuk melangsungkan upacara, dan satu jam lagi untuk menonton bersama acara upacara kemerdekaan yang di adakan di Indonesia. Haru sekali saat itu… Hmm, di Australia, untuk elemen perangkat upacara kemerdekaan ternyata melibatkan para pelajar dan mahasiswa Indonesia yang mengais ilmu di negeri ini. Subhanallah…

Syukur Tiada Hingga


Subhanallah, Walhamdulillah, La ilaa-haillallah, wa Allahu Akbar!!!

Subhanallahil Adzhim, 9 jam yang lalu tiba di Perth International Airport setelah menempuh 4 jam waktu penerbangan dan ditambah dengan sekian jam perjalanan untuk sampai pada hotel yang indah ini. Ya, Oslo Paradise.

None words, just Alhamdulillah wa Subhanallah.. menetes air mata ini karena nikmat Allah yang tiada terhingga. Kesempatan yang tidak biasa dan sangat luar biasa. Inilah perjalanan pertama saya menjadi salah satu kandidat Duta Pendidikan dan Budaya Indonesia yang dikirim ke Australia beserta 9 orang sahabat mahasiswa lainnya. Awalnya saya tidak akan pernah menduga apalagi berharap lebih ketika menyodorkan sebuah karya tulis tentang profil pendidikan di Indonesia pada sebuah instansi dimana saya terikat kontrak kerjasama dalam hal pendidikan, hanya apply kemudian beberapa hari selanjutnya salah seorang ketua pelaksana menelpon dan meminta saya untuk melakukan tes wawancara. Kesempatan yang saangat tidak saya duga. Semua itu terjadi ketika masa KKN berlangsung.

Rupanya Allah limpahi masa-masa KKN saya sebagai masa penuh tarbiyah di segala sisi. Mulai dari bagaimana bermuamalah dengan masyarakat, memperbaiki akhlaq pribadi, meneladani akhlaq seorang “Abdullah” yang shalih, menyayangi sahabat sesuai dengan kadar kecintaannya, dan baaanyak lagi hal lainnya. Actually, it’s very AMAZING… Nah, buat saya masa 10 hari di Australia ini adalah masa KKN indah kedua setelah Karanganyar, West Bandung was the End.

Nak buat apa disana?

Perth International Airport

Alhamdulillahil Adzhim, tiada kata lain terucap selain rasa syukur penuh haru karena Allah telah ijinkan saya sampai di negeri Kanguru ini. Alhamdulillah, setelah menempuh jarak penerbangan Jakarta-Perth selama 4 jam, tibalah kami di negeri yang kabarnya orang Muslim dan Non-Muslimnya hidup damai berdampingan. Entahlah, yang jelas saat ini hanya ada rasa gembira dan luar biasa ketika mimpi-mimpi itu satu persatu terwujud. None words, just feel very thanks Allah. Teringat perkataan seorang bijak, Syaikh Adian Husaini, “Ingatlah Allah dikala senang, maka Allah akan mengingatmu dikala susah”. Jadi, detik ini tak perlulah bingung-bingung mau berbuat apa, hanya dzikrullah yang cocok di segala masa. Hmm... ^_~

Kedatangan kami disambut oleh Duta Besar Australia untuk Indonesia. Suatu hal yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Biasanya acara-acara seperti ini hanya saya lihat di sebuah stasiun televise yang menayangkan parade perlombaan international bergensgi atau kunjungan kenegaraan. Ya Allah…malu  sungguh saya ini. Dengan tampang masih kusut dan mata sembab setelah menangis diawal perjalanan, saya dan kawan-kawan berjalan menghampiri dan dihampiri crew penyambut. Memang tidak ada karpet merah dan terompet pengiring, tapi kalungan bunga Anggrek Hijau telah menghiasi leher saya dan kawan-kawan, dan bagi saya hal itu sudah sangat luaaaar biasa. Maklum lah, setiap kali pulang kerumah tak ada hal macam itu, yang ada adalah peluk-cium Ibunda dan saudara/i tercinta. So, kalung bunga ini adalah substitusinya. Hehe… 

*Eits, Ala fikrah, kok mereka tahu ya kalau saya haaasrat sangat Anggrek Hijau? Ah, everything was fate lah. Kekeke…




Perth pagi hari begitu sejuk dan mendamaikan jiwa, keramaiannya memang tidak seperti semrawutnya Jakarta. Bandara yang tidak pernah sepi dari jadwal penerbangan dan interaksi multi-lateralnya, seperti halnya Garuda Indonesia yang telah menghantarkanku pada Negara ini.

Soekarno-Hatta International Airport


August, 16th 2012
 
Pada pagi yang damai lewat sentuhan dingin yang  menyapu kulit. Tak ada sepatah kata pun yang terucap ketika kami duduk didalam mobil yang mengantarkan hingga Bandara Soekarno Hata. Bukan karena kantuk yang menyerang atau bahkan karena waktu yang begitu mendilatasi partisi jiwa, tapi karena begitu sulit kami merangkai kata perpisahan. Aku dan Ibunda, hanya terdiam menafakuri apa yang tersemat dihati dan tak tersibak lewat ungkapan.

Sesekali ku tengok wajahnya yang meunjukan gurat-gurat kelelahan, semakin lama memandangnya, semakin deras air mata beriringan. Ah, betapa Allah karuniakan rindu dan cinta selaksa alam kepadanya, kepada seorang mujahidah pendamba Surga lewat cinta kasih tulus pada anak-anaknya. Ku biarkan dingin masih terus menyelimuti rindu, hingga barisan katapun tak bisa kurajut. Kini rindu itu berbalas temu satu hari, dimana aku dan nya menzahirkan kasih yang terlewat sekian lama, dan harus ku tinggalkan ia bahkan pada kesempatan menyongsong takbir raya kemenangan.

Hingga 30 menit berlalu menapaki sepi, kemegahan Soekarno-Hatta telah hadir didepan pandangan. Tak kuasa lagi kutanggung bayangan getirnya perpisahan, hingga kali ini aku luluh dalam pelukannya. Ah, mungkin terlalu berlebihan, sebab aku pergi tak akan lama, hanya 10 hari. Tapi besarnya cintaku menjadi hijab keberangkatanku pada sebuah moment penting dalam hidupku. Oh Rabb, betapa pilu.

Pukul 2.45 kami menghiasi Soe-Ta dengan air mata, berharap bahwa perpisahan sementara ini tak akan lagi terjadi. Sekali lagi kutapaki sunyi tanpa melihat sungging senyumnya dikala lelah dalam belajar, sekali lagi ku jalani rindu dalam kesesuaian masa, entah pada saat mana kita akan bersama.