::> Mengkritik tidak berarti membenci, menyokong tidak semestinya sefikrah, berbeda pendapat adalah sebaik-baik teman berfikir <::

24/09/2012

Not Only Dreams "in and for "the World


"Dek, kapan rencana menikah?" 

Pertanyaan itu menjadi sangat menggantung tanpa jawaban ketika ummi menemaniku makan malam. Sebenarnya sangat tak berselera membahas tentang itu, tapi rupanya hal itu dianggap perlu oleh keluarga, khususnya ummi. Kujawab dengan senyuman dan olokan, "Ummi, adekan baru umur 21 tahun, masih jauh to dan belum terfikir matang".

Jauh dilubuk hati, aku mencoba merenung lebih dalam. Rupanya betul, fikiran tentang pernikahan adalah hal tabu buatku. Sedangkan ummi menjadi sangat khawatir diusianya yang senja tak dapat mengantarkan putri bungsunya hingga pelaminan. Ah Allah, padahal itu hanya tentang masa dan kesempatan. Bisa saja tanpa menikah pun ajal akan bersegera menyelaku.


Pertanyaan ummi tentang pernikahan memang tidak membekas dibenakku, tapi berhasil menempel lekat berusaha menyalin dan merunut-runut mimpi-mimpi yang ku tata selama ini. Sebab tentang pernikahan, menjadikan aku lebih keras berfikir tentang mimpi apa yang telah aku raih. Sedikit senyum tersungging mengepul kesunyian kamar dalam pekatnya malam. Satu persatu deretan mimpi yang telah aku gapai, aku coret dengan pena tipis. Berharap tak hilang, agar dia mampu membekas dan menjadi ingatan dikemudian hari. Betul rupanya, aku begitu menjadi jiwa pemimpi yang begitu tinggi. Ketika SD, berharap menjadi seorang presiden, atau paling tidak menteri pendidikan atau pertanian. Lainnya, aku menceritakan pada ummi ingin menjadi seorang duta besar bagi negara lain. Tentu hal itu ada sebab, karena terlalu sering menonton dan mendengar berita dan melihat kondisi negeri ini begitu carut marut dengan fitur-fiturnya.

Lain hal seiring berjalan waktu, aku mengerti hakikat mimpi dan cita. Bukan hanya sekedar menyatakannya "Aku ingin menjadi..." tapi juga kebermaknaannya untuk orang lain. Tapi walau begitu, aku tak pernah menghapus deretan cita dan mimpi yang pernah mengukir kuat diingatan. Suatu saat nanti, akan banyak negeri-negeri yang harus aku sambangi untuk belajar dan menggilas ilmu disana dan membawanya kembali ke Indonesia. Dan itu harus!!!

Tentang cita-cita menjadi presiden? Haha, seiring usia berjingkat-jingkat mencapai angka 21, rupanya kukenal diriku sebagai orang yang apatis terhadap perpolitikan. Terlalu muna dan naif memang, sebab tidak bisa begitu. Tapi kelicikan dan keghaiban dunianya membuat aku terpekur lebih matang menimbang-nimbang jalan yang kupilih. Biar itu menjadi pilihan orang yang sesuai dengan kapasitasnya, dan aku akan menjadi supporter setia bilamana ianya baik dan istiqomah dalam keshalihan.

Kembali mengingat pertanyaan ummi. Betul memang, aku belum sekalipun menuliskannya dalam deretan rencana ataupun cita-cita. Menikah? Kapan? Dengan siapa?
Semua menjadi asing buatku. Ketika ada yang bertanya, kapan menikah, selalu kujawab dengan jawaban 4th lagi. Sebenarnya tak pernah aku tahu makna dibalik kata 4th lagi, sebab itu terucap dengan sendirinya untuk menangkis pertanyaan lebih lanjut.

Kini, hal itu pun belum  lagi menjadi hal penting untukku. Mengingat perjalanan cintaku dalam hidup, aku menjadi semakin bertanya-tanya. Pernahkah aku mencintai (atau bahkan sekedar menyukai) 'seseorang'? Rasanya tidak, sejauh ini aku hanya menganggap mereka sebagai lawan dalam belajar. Ketika mereka menaikkan gengsi belajarnya, maka tak mau kalah, ku naikkan efektifitas dan siginifikansi belajarku. Anggapanku satu, meski pada masa kini, janji Allah tak pernah ubah, kedudukan seorang wanita dan pria sama, kecuali pada fitur-fitur keshalihan dan ketakwaannya pada Ilahi. So, sejak dulu hingga kini yang ada adalah rasa persaingan yang tinggi pada ikhwan. Terlebih-lebih pada dunia kampus, kuketahui bahwa tidak sedikit ikhwan yang menorehkan asa dengan prestasi-prestasi yang tinggi. Jadi, buat apa wasting time buat hal yang tidak perlu, ada banyak harapan yang belum tergenggam.

Tentang pernikahan, Ummi. aku tak akan pernah bisa menjawab sampai pada waktu yang tepat dimana 'seseorang' memberanikan diri menyambangiku dengan cara yang syar'i. Biar pada masa itu aku akan tahu dimana cinta berada didalam hati dan bagaimana bentuknya membersamai hari. 

Saat ini, bicara tentang pernikahan berarti bicara tentang mimpi yang masih banyak belum tergapai dan lunas tertunaikan. Tentang cita-cita menjadi hafidzah, masih ada sekian juz untuk genap disempurnakan. Tentang cita-cita menjadi seorang dokter holistik, tentang cita-cita menjadi Professor dan Guru Ideal -dihadapan Allah-, cita-cita untuk tinggal beberapa tahun di luar negeri, tentang cita-cita menjadi penulis buku, dan yang utama adalah menjadi wanita shalihah kebanggan abi dan ummi di akhirat, dimana di dunia ini aku hanya miliki seorang engkau ummi, jadi tak ku ingin ada waktu dimana aku menyiakan kesempatan emas berbakti padamu dipenghujung waktu. Sebab dengan adanya 'seseorang' di sisiku, maka boleh jadi kesempatanku untuk berbakti padanya akan menyita baktiku padamu.


Bicara tentang itu, aku hanya mintakan hidayah Allah, jikalah dimasa tempuh cita-citaku ia hadir membawa seikat janji shalih nan suci, dengan ijinmu dan ijin-Nya, may be I'll consider it more... 

Entahlah, dan mari biarkan Allah menjawab segalanya dengan skenario indahnya.
Dan saat ini, biarkan aku merengkuh cita yang tidak hanya semata untuk dunia, tapi jua untuk kebaikanku di akhirat.


 >>>>>>>Wallahu A'lam bishshawaab<<<<<<<