::> Mengkritik tidak berarti membenci, menyokong tidak semestinya sefikrah, berbeda pendapat adalah sebaik-baik teman berfikir <::

24/02/2012

Bidadari-Bidadari Surga

Setelah sekian hari berjuang setengah hidup memanfaatkan sekian waktu yang panjang untuk membaca diktat-diktat kuliah dan duduk berfikir untuk menuangkannya pada sebuah tulisan lewat bantuan laptop ini, akhirnya Allah berikan waktu luang lainnya untuk saya bisa menuliskan tentang ini. Hmm, hari-hari itu benarlah menjadi hari yang berat untuk saya karena harus mengerjakan banyak sekali tugas kuliah yang padat dan pada jarak yang berdekatan pula. Tapi rupanya Allah berikan kenikmatan tiada tara setelah semuanya dilakukan dengan mencoba ikhtiar terbaik, alhamdulillah ya Allah... 


Empat hari berawal Selasa, saya menghabiskan hampir semua buku bacaan wajib berbahasa inggris all the time. Kalau boleh dikeluhkan, semuanya memang sangatlah berat. Buku-buku ini semua didatangkan dari negeri asal bahasa yang saya pelajari, Inggris. Selain dengan isinya yang bisa dikatakan tidaklah sekali baca langsung bisa dimengerti, kurikulumnya pun luar biasa dengan kombinasi rasa yang membuat otak memeras fikirnya. Tapi lagi-lagi Allah memang luar biasa, jika dijalani dengan ikhlas, alhamduliillah akan terasa lebih mudah. Hingga pada akhirnya, tibalah saya pada hari ini. 

Alhamdulillah, saya masih punya sedikit waktu untuk bisa menuliskan bait-bait cerita hidup untuk berbagi. Sebelum esok jumpa lagi dengan hari-hari yang luar biasa itu, saya sempatkan diri dulu untuk bisa mengisi blog saya ini dengan tulisan sederhana.

Sekarang, nak tengok kisah saya ini. ^_~

Beberapa hari lalu, roommate saya menawarkan sebuah buku bacaan. Rupanya dia hendak buat saya merasa rileks dengan cara membaca buku ringan. Sebab, seperti cakapnya, dia merasa iba melihat saya yang terus-terusan sepanjang hari dan sepanjang malam membaca dan mengetik tentang diktat-diktat kuliah yang sangatlah berat. Memanglah, sejak awal semester ini saya jalani hingga saat ini, ajaib, ternyata minus mata saya bertambah. Ah, luar biasa.. Tapi saya sangatlah menyukai aktifitas ini. Semoga Allah yang menjadi alasan.

"Coba baca buku ini dek, sepertinya baik untuk Dek Aini. Buku ini bagus banget lho." cakap roommate saya sambil memberikan bukunya.
"Buku apa kak? Apa Dek bisa suka?" Jawab saya sekenanya, sebab fikiran saya masih terus berkutat pada bacaan dan reporting yang sedang saya buat.
"Pastilah, ini bagus". Tukasnya sambil tersenyum.
"Insyaallah, semoga beroleh manfaat". Saya ambil bukunya dan hanya melihat sekilas cover-nya. Wah, rupa-rupanya buku tersebut adalah salah satu novel karya Bang Tere, Tere-Liye lengkapnya. Penulis terkenal asli Indonesia.

Kami memang memiliki kegemaran yang sama, membaca. Namun, sejujurnya saya memanglah bukan pecinta bacaan fiksi. Namun dia, dia adalah novelis tulen. Sejauh ini saya hanya berkutat pada bacaan-bacaan non-fiksi. Hanya sekali-dua saya membaca buku-buku fiksi untuk menyeimbangkan kerja otak agar tidak terbebani, juga sekaligus mengasah daya imaginasi saya agar tidak tumpul.
Ya, saat itu saya hanya melihatnya seketika menyimpannya pada tumpukan buku diantara diktat-diktat kuliah saya. Karena memang waktu belum mengijinkan saya untuk membacanya.

Hingga pada Jum'at mulia tiba, saya bahkan lupa akan keberadaan buku itu karena posisinya yang sudah tumpang tindih dengan buku lainnya. Ketika saya membereskan buku-buku saya, barulah kemudian saya dapatkan kembali buku tersebut. Beruntunglah saya karena setidaknya ada waktu luang sekitar 3 jam pada sore itu. 

Ba'da  shalat Ashar, saya sempatkan membuka lembaran demi lembarannya. Diawal memang belumlah terasa apa-apa, masih datar. Lembar demi lembar, halaman demi halaman sudah tersapu, masuklah saya pada keingintahuan lebih dalam. Ceritanya sungguh membuat si pembaca terjerembab paksa pada rasa penasaran yang tinggi, sehingga bila si pembaca tidak melanjutkan bacaannya hingga akhir, saya jamin pastilah dia akan terus teringat-ingat atau bahkan menerka apa yang akan terjadi selanjutnya. Bang Tere memang khas, kepiawaiannya adalah membuat si pembaca menjadi bergejolak hatinya tidak menentu tiap kali membaca buku-bukunya. Bagaimana tidak, isinya sangat realita namun dikemas dengan cara yang luar biasa hebat. Wah, masyaAllah...

Awalnya saya berniat hanya membaca buku itu dengan sekali tamat, karena saya memang tidak suka menunda-nunda menghabiskan bacaan fiksi. Maklum, kekurangan saya adalah mengingat cerita yang pernah terdelay. *_~ Rupanya kali ini tidak, saya dengan sangat terpaksa menghentikan bacaan saya dan membaginya mejadi dua 2x waktu baca. Bagaimanalah, seperti yang saya katakan sebelumnya, diawal-awal memang belumlah terjadi apa-apa, namun tahukah sahabat, rupanya di bab selanjutnya cerita bang Tere itu begitu mengaduk-ngaduk perasaan saya. Sedih dan air mata adalah teman sepanjang masa membaca buku tersebut. Saya masih dengan leluasa menumpahkan air mata, sebab dua orang roommate  saya masih beraktifitas di kampus. Namun saya lupa efek pada fisik saya setiap kali saya menangis. 

Ketika mereka pulang, dengan susah payah saya sembunyikan mata saya dari hadapan kedua teman saya itu. Hingga pada jam 9 malam ternyata saya gagal untuk terus sembunyi. Salah satu dari mereka bertanya mengenai mata saya yang sangat sembab dan merah. Bahkan bisa dikatakan bengkak. Sejujurnya, saat itu sayapun sulit untuk menatap sesuatu dihadapan. Segala sesuatu menjadi remang. Ketika mereka tahu mengenai apa gerangan penyebab mata saya seperti itu, merekapun tertawa. Ah, kalian...

Jauh di lubuk hati, saya ingin melanjutkan membaca kisah di buku tersebut. Namun saya masih harus mempertimbangkan kondisi mata dan waktu yang sudah larut pula. Tapi apa daya, keinginan hati menjadi lebih kuat dibanding segalanya. Akhirnya, malam itu juga saya putuskan untuk melanjutkan bacaan saya.
Dan hal yang tidak saya inginkan terjadi lagi. Ya Allah, dengan susah payah saya sembunyikan tangis dan air mata yang menetes ke bantal dan lembaran buku dari sahabat-sahabat nakal saya. Justru itu menjadikan dada menjadi sesak dan sulit untuk bernafas. Ah. sungguh betapa menjadi tersiksanya saya saat itu. Ingin menangis, apa daya ada dua anak manusia yang siap mengejek dihadapan. Oh Allah, really Help me please..!
Akhirnya, jam 1 malam buku tersebut lunaslah dibaca. Saya pun beranjak tidur. Berharap esok pagi tak akan terjadi apa-apa pada mata ini.

Tahukah sahabat, buku tersebut bukanlah buku yang dewasa diterbitkan. Pastilah sudah banyak orang yang membacanya, sehingga menjadikan saya menjadi pembaca akhir waktu setelah orang lain hafal betul akan setiap detail isinya. Tapi buat saya, bukan itu gist-nya. Isi cerita dari buku tersebut yang sangat bermanfaat. Kiranya sahabat tahu tentang buku ini, saya menjamin bahwa sahabat mempunyai persepsi yang sama luar biasa dengan saya mengenai buku tersebut. Ini dia buku luar biasa itu:


Ya, Bidadari-Bidadari Surga. Kisah yang luar biasa hebat dari semangat juang seorang ibu, Mamak Lainuri dan keikhlasan seorang kakak bernama Laisa untuk adik-adiknya; Dalimunte, Wibisana, Ikanuri, dan Yashinta. Kisah ini mengajarkan bagaimana sebenarnya perjuangan dan kerja keras. Bagaimana sebenarnya keikhlasan itu bermuara. Bagaimana sebenarnya kesungguhan belajar itu, bukan lewat cara yang menyenangkan dengan segala hal serba mudah dan instan, tapi butuh perjuangan yang melelahkan. Juga, bagaimana kita (seorang perempuan) belajar untuk menjadi salah seorang bidadari syurga-Nya Allah lewat keikhlasan, kesabaran, dan segala hal yang menjadikan segalanya berarti.
Ah, jika bukan orientasi karena Allah, maka apapun menjadi berat. Berbanding terbalik dari keikhlasan, kesungguhan, kerja keras, dan ketawakalan.

Mungkin ini adalah hal biasa untuk sebagian orang, tapi tidak untuk saya. Setiap lembarannya mengingatkan saya pada seorang wanita shalihah di seberang sana yang jauh dari pandangan mata namun senantiasa nasihat dan kasih sayangnya terukir dalam ingatan, Ibunda. Bahkan untuk tiap air mata yang menetes, karena saya tahu betapa ikhlasnya perjuangan ibunda disana. Meski kadar keikhlasan hanyalah Allah yang tahu, tapi saya dapat merasakannya melalui cintanya. Dialah bidadari saya di dunia dan di akhirat sana. 

Ya Allah, jadikanlah ibunda sebagai salah satu bidadari surga-Mu yang terindah. Sebab cintaku pada-Mu yang menjadikan aku ingin senantiasa mencintainya sepanjang masaku.

Dan...

Pagi hari ketika aku terbangun untuk makan sahur, ternyata mataku benar-benar tidak bisa terbuka. 
Berat sekali...