::> Mengkritik tidak berarti membenci, menyokong tidak semestinya sefikrah, berbeda pendapat adalah sebaik-baik teman berfikir <::

23/08/2012

Soekarno-Hatta International Airport


August, 16th 2012
 
Pada pagi yang damai lewat sentuhan dingin yang  menyapu kulit. Tak ada sepatah kata pun yang terucap ketika kami duduk didalam mobil yang mengantarkan hingga Bandara Soekarno Hata. Bukan karena kantuk yang menyerang atau bahkan karena waktu yang begitu mendilatasi partisi jiwa, tapi karena begitu sulit kami merangkai kata perpisahan. Aku dan Ibunda, hanya terdiam menafakuri apa yang tersemat dihati dan tak tersibak lewat ungkapan.

Sesekali ku tengok wajahnya yang meunjukan gurat-gurat kelelahan, semakin lama memandangnya, semakin deras air mata beriringan. Ah, betapa Allah karuniakan rindu dan cinta selaksa alam kepadanya, kepada seorang mujahidah pendamba Surga lewat cinta kasih tulus pada anak-anaknya. Ku biarkan dingin masih terus menyelimuti rindu, hingga barisan katapun tak bisa kurajut. Kini rindu itu berbalas temu satu hari, dimana aku dan nya menzahirkan kasih yang terlewat sekian lama, dan harus ku tinggalkan ia bahkan pada kesempatan menyongsong takbir raya kemenangan.

Hingga 30 menit berlalu menapaki sepi, kemegahan Soekarno-Hatta telah hadir didepan pandangan. Tak kuasa lagi kutanggung bayangan getirnya perpisahan, hingga kali ini aku luluh dalam pelukannya. Ah, mungkin terlalu berlebihan, sebab aku pergi tak akan lama, hanya 10 hari. Tapi besarnya cintaku menjadi hijab keberangkatanku pada sebuah moment penting dalam hidupku. Oh Rabb, betapa pilu.

Pukul 2.45 kami menghiasi Soe-Ta dengan air mata, berharap bahwa perpisahan sementara ini tak akan lagi terjadi. Sekali lagi kutapaki sunyi tanpa melihat sungging senyumnya dikala lelah dalam belajar, sekali lagi ku jalani rindu dalam kesesuaian masa, entah pada saat mana kita akan bersama.


Jarum jam menunjuk lurus pada angka 3, pesawat lepas landas meninggalkan tanah air dan Ibunda tercinta. Meninggalkan keramaian cinta keluarga untuk menyongsong cita di negeri seberang. Kini sang Jiran bukan lagi negeri Muslim yang biasa kukunjungi, tapi sebuah negeri dimana ia menjadi angan paling kuat dalam ingatan, Australia.

Oh Allah, ku titip pada Ibunda rindu dan cinta karena-Mu seluas maharaya jiwa. Ijinkan aku dan ia bertemu pada saat terindah untuk mengais rindu dan cinta pada dilatasi waktu yang tak pernah terdistorsi oleh perpisahan.

Ku harap ridha-Mu...