::> Mengkritik tidak berarti membenci, menyokong tidak semestinya sefikrah, berbeda pendapat adalah sebaik-baik teman berfikir <::

23/08/2012

My Exciting Journey in Sydney


Pagi setelah melakukan upacara kemerdekaan di Gedung Kedutaan Besar Indonesia untuk Australia, Sydney, seorang leader sekaligus Duta Pendidikan dan Budaya Indonesia menyertakan saya untuk berjalan-jalan di kota mewah ini. Mewah? Yup, karena kota ini begiiiitu mahal. Hehe..

Sila simak kisah saya ni…!

Jarak dari Perth -tempat saya tinggal selama di Australia- ke Sydney sekitar 3 sampai 4 jam lewat perjalanan darat. Itu pun kalau di tempuh dengan menggunakan bis sebagai akomodasi utama di kota ini. Kalau mau ditempuh lewat berjalan kaki pun, tak apa. Cuma pastinya saya tak mau coba. ^_~

Perth, sewaktu menginjakkan kaki di kota ini, semua panoramanya begitu memesona, memaku emosi jiwa, dan menegunkan benak khayalan. Kabarnya, Perth memang salah satu kota yang sangat ramah alamnya, sebab bila dibandingkan dengan Sydney atau Melbourne, di Perth tentu lebih banyak kita temui hamparan pemandangan alam membahana. Biaya hidup di kota ini pun tidak semahal di Sydney atau Melbourne yang mana earn pegawai hampir setara dengan pengeluaran untuk kebutuhan hidup sehari-hari, meski memang tidak bisa dikatakan murah bila dibandingkan dengan biaya hidup di Indonesia. Maklumlah, Australia adalah Negara teraman dan ternyaman dalam urutan ke-2 di dunia. Indonesia? Ratusan…:)

Alhamdulillah, Allah tempatkan kami, kandidat Indonesia untuk tinggal di kota Perth, berbeda dengan Negara-negara Asia tenggara lainnya seperti Malaysia yang ditempatkan di Melbourne, Singapore di Sydney, dan lainnya…entahlah, saya masih sulit menghafal nama-nama kota di negeri ini. 

Untuk upacara kemerdekaan Indonesia kami semua para duta Indonesia berkumpul di Sydney. Satu jam untuk melangsungkan upacara, dan satu jam lagi untuk menonton bersama acara upacara kemerdekaan yang di adakan di Indonesia. Haru sekali saat itu… Hmm, di Australia, untuk elemen perangkat upacara kemerdekaan ternyata melibatkan para pelajar dan mahasiswa Indonesia yang mengais ilmu di negeri ini. Subhanallah…

Setelah kegiatan selesai, ba’da shalat Magrib kami berjalan-jalan menyusuri keramaian kota Sydney. Untuk perjalanan kali ini, tentu diluar dari akomodasi yang ditawarkan pemerintah. So, kami harus mengorek kocek masing-masing. Seorang leader menawarkan saya sebuah momen untuk hadiah ulang tahun saya, untung  tak dapat diraih, malang pun belum terprediksi. Kita semua berangkat ke salah satu restoran di Sydney, saya tidak ikut makan, hanya ikut berfoto dan menjelajah pemandangan eksotis di kota ini. Ada satu toko yang ingin sekali saya tuju, toko buku, tapi belum juga ketemu.

Comes back to my friends story, tahukah teman-teman, setelah semua makanan dan minuman habis tergilas oleh kawan-kawan saya, seorang waiters menyodorkan harga yang wajib dibayarkan oleh kami. Seketika membelalak mata kami melihat deretan angka yang simple dan singkat, namun bernilai saangat tinggi bila di rupiahkan. Harga untuk 12 porsi makanan sederhana –ukuran Indonesia- adalah 2,7 juta. Ini adalah perampokan fikir saya. Uang sebanyak itu didapat dari mana dan tidak mungkin kami membawa uang sebanyak itu dikocek kami. Akhirnya, kami memutuskan untuk berpatungan ria, dan sang leader cengar-cengir atas kepolosannya memilih tempat makan di Sydney. Tidak ada yang bisa disalahkan memang, sebab memilih tempat makan paling pojok di kota ini tetap saja mahal. Hehe.. So, nikmati saja, lha wong sudah terjadi kok.. :)

Ketertiban dikota ini mengingatkan akan perjalanan saya di Johor, Malaysia beberapa bulan silam. Warganya sangat ramah dan welcome terhadap pendatang (guest). Tak ada kemacetan, apalagi kecelakaan karena kenakalan lalu lintas. Disini, sistem denda akan diberlakukan pada warga Negara yang melakukan pelanggaran lalu lintas sekecil apapun, seperti penyebrangan jalan yang tidak pada tempatnya. Seketika melayang ingatan ke sebuah negeri yang tak lagi selalu damai, Indonesia. Disana, banyak sekali “zebra-zebra” yang tersia-siakan, hanya dibuat dan tak banyak termanfaatkan oleh warganya. Ah, Indonesiaku, bukan salahmu karena “zebra-zebra” itu tak lagi berfungsi optimal.

Now, my turn. Lima belas menit kami berjalan kaki –untuk kali ini kami benar-benar berjalan kaki untuk menghemat keuangan setelah perampokan terjadi di restaurant sebelumnya- barulah kami menemukan sebuah toko buku. Padat sekali pembelinya. Ups, saya salah bila mengatakan mereka pembeli. Tidak semua dari mereka bertujuan untuk membeli, hanya berkunjung dan ajang membaca buku seperti sebuah rutinitas shalat fardu. Mereka rela berdiri bila bangku di halaman luas untuk pembaca telah habis. Ya Allah, kereen… Biasanya rutinitas membaca sambil duduk sekali pun sulit ditemukan di public place seperti sekolah atau kampus-kampus di Indonesia.

Kesempatan ini tentu tidak saya sia-siakan, sebelum berangkat ke Australia, saya telah me-list judul buku yang harus saya beli langung dari penerbitnya. Ada karangan Halliday sang ahli Lingusitics dan Grammar, juga beberapa buku fiksi seperti novel dan cerpen. Sebanyak 5 buah buku yang telah saya kumpulkan hasil menimbang-nimbang 60 menit lamanya, ketika saya melakukan pembayaran elektronik, lagi-lagi saya membelalak karena uang pada ATM saya tertarik otomatis sebanyak 3.5juta. Bila dirata-ratakan maka harga satuan buku sekitar Rp. 700.000. Wow, amazing wa Subhanallah, malang tak dapat ditolak, untung akan didapat setelah membaca bukunya. Tak apalah, semoga ummi memaklumi dan ini tidak termasuk pada sifat Israf yang dibenci Allah. Setelah itu, saya tak berani untuk membeli sekecil apapun barangnya, sebab masih banyak hari yang tersisa di negeri ini untuk saya tapaki, sedangkan meminta Ibunda untuk mengirimkan uang adalah sebuah kezhaliman pada saat ini. Saran saya, ketika kesini hendaknya menyertakan seorang guide yang faham akan segala kondisi di negeri ini dan faham juga akan kondisi keuangan sang guest.

Saya berfikir, uang tabungan S2 saya terkuras bila saya hidup lebih lama di Sydney. Hahaha…

Pukul 10.00pm waktu Sydney, kami pergi meninggalkan keramaian dan hingar bingar kota ini, meninggalkan kenangan lucu serta membawa buah tangan sebuah ketakjuban ke Perth esok pagi.


Perth, we are coming…