::> Mengkritik tidak berarti membenci, menyokong tidak semestinya sefikrah, berbeda pendapat adalah sebaik-baik teman berfikir <::

27/08/2012

My Beloved Nephew and Niece


Lav Reid, Perth

Pada pagi yang sejuk dan menyejukkan…

“Ammah, ‘ncing, apa kabar, baik? Kapan sih pulangnya, kue lebaran kita udah abis lho!”

Penggalan kalimat itu masih terngiang jelas di telinga. Suatu pagi yang indah ketika nephew-nephew menghubungi saya dikala sibuk berpacking-ria untuk kepulangan ke tanah air besok. Mereka “mengeroyok” saya untuk bisa membuat saya iri akan keadaan dirumah, ya pastinya mereka sedang berkumpul dibase camp tercintanya, dirumah Ummi. Ada rindu yang melejit dihati saya, rindu akan senyum nakal mereka, rindu songsongan tangan mereka setiap kali saya kembali ke rumah, rindu tangis mereka dikala saya perlu mengunci pintu kamar untuk menghindari serangan dan gangguan mereka dari mengacak-ngacak kamar saya. Ah, mereka, sang ajudan kecil harapan mamah, bunda, dan ummi mereka. Semoga dewasa menjadi pribadi shalih yang meneguhkan dan menyalihkan.

Saya merindui sang tampan, lembut  juga shalih; Muhammad Abdul Lathif –cucu laki-laki pertama ummi- yang tak pernah melakukan sesuatu tanpa ridha mamah dan ayahnya. Penurut, pecinta pada adik-adiknya. Diawal saya tak pernah kira bahwa ada seorang “ikhwan kecil” yang begiitu perhatian kepada semua sanak familinya, tak pernah mendahulukan kepentingan pribadinya sebelum saudaranya diutamakan. Anak yang selalu membantu mamahnya didapur dan mengurus adik-adik perempuannya dikala luang dan libur dari pesantren. Juga dengan adik-adiknya, tak pernah saya dapati mereka bertengkar, bahkan saling memahami dan meng”ia”kan. Padahal usia sebaya mereka adalah masanya mengedepankan ego pribadi. Dik, ‘ncing banyak belajar dari kalian.

Tentang “ikhwan kecil” lainnya?


Ada 2 punggawa sang Bunda dan Ayah dirumah. Muhammad Faturrahman Baidawwi dan Muhammad Izzaturrahman Tsani Naqsyabandi yang persis kembar,  tapi bertaut umur 7 tahun. Fatur yang senantiasa menangis menyendiri dan menyepi jika Bundanya mengomelinya. Sang “Ikhwan kecil” yang mudah menitiskan air mata pada kondisi apapun. Bukan karena ia cengeng, tapi karena perasaannya yang begitu halus. Rupanya sensitivisme ini menular ke adiknya, Izzati. Ikhwan cilik tampan berusia 1 tahun yang selalu tersenyum pada setiap orang yang dijumpainya. Saya kira, balita ini adalah balita yang punya PD tinggi atau mungkin dia tahu bahwa hakikat tabassum adalah shadaqah sehingga harus memberikan sungginan senyum pada siapapun yang dia lihat. Tentang air mata, ah, ikhwan kecil ini pun sama laiknya kakak tercintanya.

Juga tentang “ikhwan kecil” lainnya yang sedari kecil dibina oleh Abi Umminya untuk menjadi seorang hafidzh, Fawwaz Ahmadinejad Zulfa. November tahun ini usianya menginjak tahun ke-3. Hafalannya sudah 1 juz, shalatnya sering kali lebih tepat waktu dibandingkan saya, juga sering “berpura-pura” membaca buku bila umminya “ngomel-ngomel atau marah-marah”. Ikhwan ini sebenarnya centil, kadang lupa “menjaga pandangan” daripada akhwat-akhwat cilik lainnya. Pernah pada satu masa, dia berjalan-jalan ke warung kecil di sudut jalan, jarak pulang-pergi yang lazim ditempuh hanya 10 menit saja, namun dia menghabiskan waktu 20 menit lamanya. Hufft..apa gerangan? Sesaat  setelah membeli barang yang dibutuhkan bersama umminya, dia “selonong boy” meninggalkan umminya -yang sedang menyelesaikan transaksi- untuk mengikuti seorang “akhwat cilik” yang juga berbelanja diwarung tersebut. Tentu saja sang ummi kerepotan mencarinya. Ketika ditemukan, dengan entengnya dia menjawab. “Ummi, Awwaz kan abis ngantelin dede tadi. Jangan malah-malah dong. Ayu kita pulang M, udah kelamaan nih!”  Dengan gregetan sang Ummi langsung “selonong girl” juga menampakkan rasa jengkelnya.

Adik-adikku, mengingat kalian menjadikan rindu dan cinta ini semakin bersemi baik dalam qalbu. Semoga pertemuan-pertemuan kita menjadi ikatan cinta yang terbuhul kuat karena Allah. Semoga semangat menghidupkan suasana Qur’ani dirumah tercinta tak pernah redup dimakan zaman yang semakin tak imbang, menghadapi keras dan pahitnya kehidupan. Semoga kita semua menjadi pribadi shalih yang saling menguatkan satu sama lain, yang menjaga dan dijaga Allah.

Didedikasikan untuk semua nephew and niece saya yang sedang berkumpul dirumah Ummi,
Muhammad Abdul Lathif, Qurratul Aini, Samratul Fu’adiy, Ahmad Faturrahman Baidawwi, Muhammad Izzaturrahman Tsani Naqsyabandi, dan Fawwaz Ahmadinezad Zulfa.
Semoga menjadi pribadi kecintaan Allah.